BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Apresiasi
Sastra
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata
- mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk
dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang
mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab
itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang
melingkupi kehidupan manusia.
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen
(tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.
Apresiasi
adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik terhadap karya sastra (Effendi, 2002). Oleh sebab itu, apresiasi sastra
dapat dipahami sebagai usaha mempererat hubungan antara kita sebagai pembaca
karya sastra dan karya sastra itu sendiri sehingga terjalin hubungan yang
bersifat emosional, imajinatif, dan intelektual.
(Rusyana,
1980) berpendapat bahwa, apresiasi itu keadaannya bertingkat-tingkat dari yang
terendah hingga yang tertinggi. Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila kita
mengalami pengalaman yang tertuang di dalam karya sastra. Kita terlibat secara
imajinatif, emosional, dan intelektual dengan karya sastra. Apresiasi tingkat
kedua terjadi apabila daya intelektual kita bekerja lebih giat, misalnya dengan
mencermati karya satra sebagai sebuah bangunan utuh yang di dalamnya terdiri
atas paduan unsur-unsur. Apabila kita menyadari pula bahwa ada kaitan antara
karya sastra dengan aspek-aspek di luarnya, misalnya dengan mengaitkannya pada
aspek kehidupan, maka kita telah sampai pada tingkat tertinggi.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan drama?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan drama dan perkembangan drama di Indonesia?
3. Apa
saja unsur drama, struktur drama, ciri drama, kelengkapan drama, jenis drama,
bagian pembantu drama?
4. Bagaimana
cara akting yang baik?
5. Apa
manfaat dari drama?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari drama sebagai karya sastra serta pengertian lain
dari drama.
2. Membantu
mengetahui sejarah perkembangan drama di dunia serta perkembangannya di
Indonesia.
3. Membahas
apa saja unsur, struktur,ciri, kelengkapan, jenis, serta bagian pembantu dari
sebuah drama.
4. Menginformasikan
kepada anda bagaimana cara berakting dengan baik dan benar.
5. Memberi
tahu kepada anda akan manfaat dari drama.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Drama
2.1.1
Pengertian Drama sebagai Karya Sastra
Istilah
drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Istilah drama berasal dari
kebudayaan atau tradisi bersastra di Yunani. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan Krauss (1999: 249) dalam bukunya Verstehen und Gestalten,
“drama adalah suatu bentuk gambaran seni yang datang dari nyanyian dan tarian
ibadat Yunani kuno, yang di dalamnya dengan jelas terorganisasi dialog
dramatis, sebuah konflik dan penyelesaiannya digambarkan di atas panggung”.
Drama
dikelompokkan sebagai karya sastra karena media yang dipergunakan untuk
menyampaikan gagasan atau pikiran pengarangnya adalah bahasa (Budianta, dkk,
2002: 112). Pendapat lain yang memperkuat kedudukan drama sebagai karya sastra
adalah bahwa drama termasuk ke dalam ragam sastra karena ceritanya bersifat
imajinatif dalam bentuk naskah drama (Zulfahnur. dkk, 1996: 23).
Ditilik
dari segi bentuk, penulisan naskah drama sangat berbeda dengan jenis karya
sastra lain. Drama menurut Budianta (2002: 95) adalah sebuah genre karya sastra
yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau
cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Bentuk verbal ini ditunjukkan oleh
Marquaβ (1998: 9) dalam bukunya yang berjudul Dramentexte Analysieren, yakni
sebagai berikut.
Oleh
karena itu, teks drama dibagi menjadi Haupttext (teks utama) dan
Nebentext
(teks
pendamping). Haupttext adalah pembicaraan para tokoh,
yakni
teks yang semestinya dikatakan para pemain selama pertunjukan di atas
panggung.
Hal ini terdiri dari dialog (percakapan antara dua atau lebih tokoh)
dan
terkadang monolog (berbicara dengan diri sendiri).
Segers
(2000: 25) menyampaikan sebuah definisi kerja teks sastra adalah seperangkat
tanda-tanda verbal yang eksplisit, terbatas, dan terstruktur, serta fungsi
estetisnya dirasakan dominan oleh pembaca. Jadi, berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, jelas bahwa drama memenuhi hakikatnya sebagai
karya sastra.
2.1.2 Pengertian Lain dari Drama
Kata
drama berasal dari kata Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, bereaksi, dan sebagainya, jadi drama berarti perbuatan atau
tindakan (Hasanuddin, 1996: 2). Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan
sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan
perilaku (Hasanuddin, 1996:2).
Adapun istilah lain
drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh Diderot
dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas
menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang
menggarap satu masalah yang punya arti penting – meskipun mungkin berakhir
dengan bahagia atau tidak bahagia – tapi tidak bertujuan mengagungkan tragedi.
Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering diperluas sehingga
mencakup semua lakon serius, termasuk didalamnya tragedi dan lakon absurd.
Drama adalah satu
bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya.
Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai
pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian
drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada
masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi
antara dialog dan narasi, dan merupakan karya sastra yang dicetak. Sebuah drama
hanya terdiri atas dialog, mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi
petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli,
dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama, petunjuk pementasannya
disebut nebentext atau tek sampingan.
Contoh:
Chaterina :( bergegas masuk, membawa
berita bagus ) Raina ! ( ia mengucapkan Raina, dengan tekanan pada i ) Raina !
( ia menunju ke tempat tidur, berharap menemukan Raina disitu ) Mengapa, di
mana….! ( Raina menoleh kedalam ruangan).
2.2
Sejarah Drama
Dilihat dari mulanya,
drama berakar dari suatu ritual keagamaan. Dalam ritual tersebut banyak
menggunakan suatu bentuk-bentuk pertunjukanyang seakan-akan
dipertontonkan. Baik di barat maupun di
Indonesia, dapat dikatakan cikal bakal drama bermula dari suatu ritual
keagamaan. Hanya saja di barat ritualnya lebih kental dengan unsur
penceritaannya, sedangkan di Indonesia lebih menekankan unsur kepuitisannya
dalam gaya mantranya.
Sebuah buku yang
berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada
Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari
Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion
Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama
atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada
petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya.
Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula
drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius
primitif yang dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini
mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk
superaalami atau binatang; dan kadang – kadang meniru action berburu, misalnya.
Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah
upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan
dasar dari banyak drama.
Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian
dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri
dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum
pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak
dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama
makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada
dua pembicara diatas panggung.
Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari
kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah – kisah yang diceritakan disekeliling
api perkemahan menciptakan kembali kisah – kisah perburuan atau peperangan,
atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu
merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang
terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon,
action adalah intisari dari seni pertunjukan.
2.3 Unsur Drama
Unsur drama meliputi:
1.
Tema : pikiran pokok yang mendasari
lakon drama.
2.
Plot : rangkaian peristiwa atau jalan
cerita drama.
3.
Bahasa : bahasa sebagai bahan dasar
diolah untuk menghasilkan naskah drama. Karena itu, penulis lakon harus
mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa.
4.
Setting : tempat, waktu, dan suasana
terjadinya suatu adegan.
5.
Amanat : pesan moral yang ingin
disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama.
6.
Hal mendasar yang membedakan antara
karya sastra puisi, prosa, dan drama adalah pada bagian dialog. Dialog adalah
komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat dalam bentuk drama pementasan.
Dialog
: jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan
para pemain.
7.
Karakter: karakter atau perwatakan
adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama.
8.
Interpretasi : penulis lakon selalu
memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan dalam menulis cerita.
Lakon drama sebenarnya adalah bagian kehidupan masyarakat yang diangkat ke
punggung oleh para seniman.
2.4 Struktur Drama
Seorang
Aristoteles, filsuf Yunani yang hidup sekitar 300 S.M. telah menulis Poetics.
Untuk mengenali plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel dari
tragedi. Kelak identifikasi itu dianggap sebagai falsafah dasar dari
strukturalisme yang oleh T.S. Eliot disebut the Formalistick Approach.
Strukturdramatik antara lain meliputi:
Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau
konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan
antagonis.
Hasil akhir :
Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.
Raising Action : Isinya menggambarkan
pertentangan kepentingan antar tokoh.
Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan
Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.
Complication :Isinya perumitan pertentangan dengan
hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu
kedua kekuatan yang berseteru.
Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan
pertentangan. Kubu protagonis tersudut.
Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu
Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis.
Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan
menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
Resolusi : Isinya hadirnya
tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang
berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang
kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang
biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah
diusung.
Berikut contoh
penggunaan struktur drama dalam Drama Romeo Juliet.
Pada
awal plot kita ada eksposisi. Ini memberi penonton informasi yang diperlukan
tentang peristiwa sebelumnya, situasi sekarang atau tokoh-tokohnya. Dalam
kebanyakan lakon, sudah sejak awal pengarang memberi tekanan kepada satu
pertanyaan atau konplik penting. Pada awal kisah Romeo and Juliet, Shakespeare
telah menyajikan pertengkaran antara Sampson, Gregory lawan Baltazar dan
Abraham, satu penjelasan yang memberi ‘Leitmotive’ kepada tema, konplik dan
rekonsiliasinya.
Gregory : Anda berkelahi, ya ?
Abraham : Berkelahi? Ah, ngak, nggak!
Sampson : Tapi kalau ya, saya memihak anda, saya
mengabdi sebaik anda
Abraham : ah, tak akan lebih baik.
Sampson : Baiklah
Gregory : (kesamping kepada Sampson, melihat Tybalt
keluar panggung)
Katakanlah lebih baik. Itu salah satu dari orang
majikanku datang.
Sampson : Ya, lebih baik.
Abraham : Bohong!
Sampson : Cabut pedangmu, kalau kamu lelaki.
Gregory, ingat hantamanmu.
( mereka berkelahi ).
Dialog
diatas menciptakan suasana babak itu dan suatu pelukisan singkat tapi lengkap
tenatang konplik antara keluarga Montague versus keluarga Capulet yang akan
menimbulkan bencana itu.
Terkadang
juga ada eksposisi tentang tokoh-tokoh. Sebuah film berjudul Jango versus
Santana dapat dijadikan contoh. Film itu dimulai dengan sebuah pemandangan.
Sebidang tanah tandus dengan pohon-pohon kaktus tumbuh disana-sini. Sementara
fokus kamera bergerak kearah kanan, seorang lelaki dengan baju kotor dan basah
kuyup tampak berlutut didepan sebuah makam. Lelaki itu berdiri dan kamera
mengambil gambarnya dalam teknik medium. Posisi enface memberikan gambaran
jelas tokoh itu. Ia tak mengalami kemalangan, tapi ia menghadapinya dengan
tegar. Pelukisan singkat tapi hampir lengkap dari tokoh tersebut memberi titik
awal yang jelas untuk memulai film itu.
Dalam
eksposisi itu, unsur-unsur konpliknya statis. Melalui satu insiden yang
merangsang maka action mulai bergerak. Disini konflik dramatik besar mulai
jelas menyatukan kejadian – kejadian dalam lakon itu. Insiden yang merangsang
dalam Romeo and Juliet tampak ketika Tybalt mengenali Romeo dan ingin menantang
berkelahi. Presiden dari stimulasi itu terjadi ketika inang memberi tahu Juliet
bahwa Romeo adalah anggota keluarga Montague. Unsur statis dalam eksposisi itu
mulai bergerak dan konflik sehari-hari antara Sampson versus Abraham makin lama
makin menjadi makin serius. ( Babak I ) timbul serentetan konflik ketika Romeo
membocorkan rahasianya kepada teman-temannya, memanjat tembok kebun keluarga
Capulet, dan menunggu Juliet muncul dijendelanya waktu gadis itu muncul,
keduanya saling mengungkapkan cinta dan memutuskan untuk kawin lari ( Babak
II). Makin lama lakon itu makin tegang sampai pendeta sampai pendeta Laurence
berharap, setelah menyeleggarakan upacara pernikahan, pertikaian antara
keluarga itu akan berakhir dan Romeo berpendapat begitu. Kisah cinta sederhana
antara pemuda dan pemudi itu sekarang berkembang menjadi idealisme yang
melibatkan masalah besar yang dihadapi kedua orang tua itu. Tidak diragukan
bahwa konflikasi tersebut menuju suatu krisi, satu titik balik ketika informasi
yang sebelumnya dirahasiakan sedikit sebagian terungkap dan masalah dramatik
itu bisa dijawab.
Meskipun
Juliet sudah menikah dengan Romeo, ia tidak berterus terang pada ayahnya. Oleh
karenanya itu, Capulet tetap menjalankan rencananya untuk menikahkan Juliet
dengan Paris. Karena pernikahan akan berlangsung pada hari kamis, pendeta
Laurence mengusulkan agar pada hari rabu Juliet harus menelan ramuan yang akan
membuatnya mati suri; sementara Laurence akan mengirimkan pesan pada Romeo
untuk menyelamatkan Juliet dari makam keluarga Capulet, karena ia merasa yakin
gadis itu akan dimakamkan disana. Capulet, karena ditentang oleh putrinya,
memutuskan untuk mengajukan pernikahan itu sehari. Rencana itu membuat Juliet
harus segera mereguk racun tadi. Agar rencananya tidak terhalang, ia menyuruh
inang keluar dan tanpa pikir panjang langsung mereguk racun tadi. Paginya inang
menemukan Juliet sudah tak bernyawa. Laurence dan Paris tiba; tapi upacara
pernikahan harus diubah menjadi upacara pemakaman ( Babak IV ).
Bagian
terakhir dari lakon itu, sering disebut resolusi, berkembang dari krisis sampai
tirai ditutup untuk terakhir kalinya. Ini terkadang mengumpulkan berbagai alur
action dan membawa situasinya ke suatu keseimbangan baru, dengan demikian
hasilnya bisa jadi memuaskan, tapi mungkin juga mengecewakan harapan penonton.
Karena
tidak tahu bahwa Jliet hanya kelihatannya mati, Balthazar tiba di Mantua
sebelum pendeta tiba dan memberi tahukan tentang kematian Juliet. Mendengar itu
Romeo membeli racun untuk bunuh diri dimakam Juliet. Setelah membunuh Paris,
Romeo mereguk racun itu. Ketika terjaga, Juliet menemukan Romeo yang sudah mati
dan bunuh diri. Pertikaian kedua keluarga itu berakhir di atas dua kekasih yang
sudah mati ( Babak V )
2.5
Ciri-ciri Drama
Satu hal yang menjadi
ciri drama adalah bahwa semua kemungkinan itu harus disampaikan dalam bentuk
dialog-dialog dari para tokoh. Akibat dari hal inilah maka seandainya seorang
pembaca yang membaca suatu teks drama tanpa menyaksikan pementasan drama tersebut
mau tidak mau harus membayangkan alur peristiwa di atas pentas. Pengarang pada
prinsipnya memperhitungkan kesempatan ataupun pembatasan khusus akibat
orientasi pementasan. Maksudnya bagaimanapun pengarang drama telah memilih
banyak bahasa sebagai ciri utama drama inilah yang memberikan pembatasan yang
dimaksud. Kelebihan drama dibandingkan dengan genre fiksi dan genre puisi
terletak pada pementasannya. Penikmat akan menyaksikan langsung pengalaman yang
diungkapkan pengarang. Penikmat benar-benar “menyaksikan” peristiwa yang di
panggung. Akibatnya terhadap penikmat akan lebih mendalam, lebih pekat, dan
lebih intens.
Ciri
lain adalah drama dibangun dan dibentuk oleh unsur-unsur sebagaimana terlihat
dalam genre sastra lainnya terutama fiksi. Secara umum sebagaimana fiksi
terdapat unsur yang membentuk dan membangun dari dalam karya itu sendiri
(intrinsik) dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang tentunya berasal
dari luar karya (ekstrinsik). Kekreativitasan pengarang dan unsur realitas
objektif (kenyataan semesta) sebagai unsur ekstrinsik mempengaruhi penciptaan
drama. Sedangkan deari dalam karya itu sendiri cerita dibentuk oleh unsur-unsur
penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema dan amanat, serta aspek gaya
bahasa. Selain itu, ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan menyebakan
drama dapat dipertunjukan, yaitu unsur naskah, unsur pementasan dan unsur
penonton. Pada unsur pementasan terurai lagi atas beberapa bagian misalnya
komposisi pentas, tata busana, tata rias, pencahayaan, dan tata suara.
2.6
Kelengkapan Drama
Hal
yang harus dipersiapkan dalam membuat sebuah drama yaitu:
Ø Naskah drama : skrip yang dijadikan panduan pemain sebelum pentas.
Ø Penulis naskah : orang yang menulis skenario dan dialog dalam
bentuk jadi naskah drama
Ø Sutradara : orang yang memimpin atau yang mengatur suatu kelompok
drama.
Ø Pemain : orang yang berperan melakonkan cerita
Ø Lighting : pengatur cahaya dalam pementasan
Ø Tata busana/make up : bagian kelengkapan drama yang bertugas merias
dan memakaian propertis pakaian
Ø Tata suara : pengatur suara untuk memunculkan efek tertentu dalam
pementasan
Ø Tata panggung : kelengkapan drama yang mengatur latar setiap adegan
Ø Panggung : tempat bagi pemain untuk melakonkan cerita
2.7 Jenis-jenis Drama
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu
drama baru dan drama lama.
1.
Drama Baru / Drama Modern
Drama
baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada
mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2.
Drama Lama / Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan
tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi,
kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :
1.
Drama Komedi
Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh
keceriaan.
2.
Drama Tragedi
Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh
kemalangan.
3.
Drama Tragedi Komedi
Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada
lucunya.
4.
Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
5.
Lelucon / Dagelan
Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola
jenaka merangsang gelak tawa penonton.
6.
Operet / Operette
Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7.
Pantomim
Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan
tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
8.
Tablau
Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh
gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
9.
Passie
Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.
10. Wayang
Wayang
adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.
2.8 Bagian Pembantu Drama
Bagian pembantu drama ada
sembilan sebagai berikut:
a. Babak : bagian terbesar dalam drama. Dalam babak terjadi
adegan-adegan dan babak biasanya ditandai dengan naik turunnya layar.
b. Adegan : bagian babak dan sebuah adegan hanya menggambarkan satu
suasana yang merupakan rangkaian suasana sebelum atau sesudahnya. Dalam setiap
adegan tidak selalu terjadinya pergantian setting atau dekor.
c. Prolog : kata pendahuluan sebagai pengantar untuk memberikan
gambaran umum tentang pelaku, konflik atau hal yang terjadi dalam drama.
d. Dialog : percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog merupakan
hal yang penting dalam drama. Dalam drama harus ada penjiwaan emosi dan juga
dialog disampaikan dengan pengucapan kata serta volume suara yang jelas.
e. Monolog : percakapan seorang pelaku dengan dirinya sendiri. Dengan
monolog kita akan mengetahui persoalan yang dialami seorang tokoh.
f. Epilog : kata penutup yang mengakhiri suatu pementasan drama.
Epilog berguna untuk merumuskan isi pokok drama.
g. Mimik : ialah ekspresi gerak-gerik air muka untuk menggambarkan
emosi yang sedang dialami pelaku.
h. Pantomim : gerak-gerik anggota badan dalam menggambarkan suatu
emosi yang sedang dialami pelaku.
i.
Pantomimik : gerak-gerik
anggota yang dipadukan dengan ekspresi air muka dalam menggambarkan suatu
situasi yang diperankan pelaku (Badrun, 1983:27).
2.9
Akting Yang Baik
Akting tidak hanya berupa dialog
saja, tetapi juga berupa gerak. Dialog yang baik ialah dialog yang :
1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan
tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak yang balk ialah gerak
yang :
6. terlihat (blocking baik)
7. jelas (tidak ragu‑ragu,
meyakinkan)
8. dimengerti (sesuai dengan
hukum gerak dalam kehidupan)
9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam
naskah)
Penjelasan :
1.
Volume suara yang baik ialah
suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2.
Artikulasi yang baik ialah
pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang
meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata‑kata yang diucapkan
menjadi tumpang tindih.
3.
Lafal yang benar pengucapan kata
yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang
berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber‑ani.
4.
Menghayati atau menjiwai
berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai
dengan tuntutan peran dalam naskah.
5.
Blocking ialah penempatan
pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya
tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang
ditutupi.
6.
Pemain lebih baik terlihat
sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang
tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut:
a. Kalau
berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
b. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada
didepan.
c. Harus
diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain
mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
· Bagian kanan lebih berat daripada kiri
· Bagian depan lebih berat daripada
belakang
· Yang tinggi lebih berat daripada
yang rendah
· Yang lebar lebih berat daripada yang
sempit
· Yang terang lebih berat daripada
yang gelap
· Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi
diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai
sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu‑ragu, meyakinkan, mempunyai
pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah‑setengah bahkan jangan
sampai berlebihan. Kalau ragu‑ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan
terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk
gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila
mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring
ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak‑gerak anggota tubuh maupun gerak wajah
harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
2.10 Perkembangan Drama di Indonesia
Perkembangan drama di Indonesia tak
sesemarak dan setua perkembangan puisi dan prosa. Kalau puisi dan prosa
mengenal puisi lama dan porsa lama, tak demikianlah dengan drama. Genre sastra
drama di Indonesia benar-benar baru, seiring dengan perkembangan pendidikan di
Indonesia, muncul pada tahun 1900-an.
Sastra drama di Indonesia ditulis
pada awal abad 19, tepatnya tahun 1901, oleh seorang peranakan Belanda bernama
F. Wiggers, berupa sebuah drama satu babak berjudul Lelakon Raden Beij Soerio
Retno. Untuk selanjutnya bermunculanlah naskah-naskah drama dalam bahasa Melayu
Rendah yang ditulis oleh para pengarang peranakan Belanda dan atau Tionghoa.
Selanjutnya, anak Indonesia sendiri
yang mulai menulis drama. Berikut ini Anda akan disuguhi beberapa dramawan
Indonesia dari mulai Rustam Effendi (lahir 1903) sampai dengan Hamdy Salad
(lahir 1961).
Tabel I. Darmawan Indonesia
|
Tahun Kelahiran Pengarang
|
Pengarang
|
Judul
|
|
1903
1905
1906
1916
1918
1920
1921
1926
1928
1933
1934
1935
1937
1938
1938
1941
1942
1943
1944
1945
1946
1949
1955
1959
1961
|
Rustam Effendi
Sanusi Pane
Abu Hanifah
Trisno Sumarjo
D. Jayakusuma
Utuy Tatang Sontani
Usmar Ismail
Asrul Sani
Mohammad
Diponegoro
Misbach Yusa Biran
D. Sularto
Rahman Age
Motinggo Busye
Ajip Rosidi
Saini KM
Arifin C. Noer
Vredi Kasram Marta
Aspar Paturusi
Putu Wijaya
Wisran Hadi
Akhudiat
N. Riantiarno
Yono Daryono
Arthur S. Nalan
Hamdy Salad
|
Bebasari
Kertajaya
Taufan di Atas Asia
Tumbang
Rama Bargawa
Bunga Rumah Makan
Leburan Seniman
Mahkamah
Iblis
Bung Besar
Domba-domba
Revolusi
Pembenci Matahari
Malam Jahanam
Masyitoh
Egon
Dalam Bayangan
Tuhan atawa Interogasi
Syeh Siti Jenar
Perahu Nuh II
Dam
Cindua Mato
Jaka Tarub
Sampek Engtay
Ronggeng-ronggeng
Syair Ikan Tongkol
Perempuan
dalam Kereta
|
2.11 Manfaat Drama
Banyak hal yang dapat kita
raih dalam bermain drama, baik fisik maupun psikis. Pembicaraan ini tidak akan
memisahkan secara rinci antara bermain drama dan teater, karena keduanya
merupakan satu kesatuan yang utuh. Di bawah ini akan diuraikan manfaat bermain
drama atau teater.
a.
Meningkatkan pemahaman
Meningkatkan
pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadian-kejadian yang sering kita
saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyadari bahwa
memahami orang lain merupakan pekerjaan yang paling sulit dan membutuhkan
waktu. Untuk itu drama/teater merupakan salah satu cara untuk memecahkannya.
Dengan bermain drama atau berteater kita selalu berkumpul dengan orang-orang
yang sama sekali berbeda dengan diri kita. Dari segi individual differences
inilah kita dituntut untuk memahami orang lain. Pemahaman kita kepada orang
lain tidak hanya dilihat dari orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut.
Meliputi sifat, watak, cara berbicara, cara bertindak (tingkah laku), cara
merespon suatu masalah, merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang
tersebut.
b.
Mempertajam kepekaan emosi
Drama
melatih kita untuk menahan rasa, melatih kepekaan rasa, menumbuhkan
kepekaan, dan mempertajam emosi kita. Rasa kadang kala tidak perlu dirasakan,
karena sudah ada dalam diri kita. Perlu diingat bahwa rasa, sebagai sesuatu
yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada dihadapan kita perlu
adanya rasa. Kalau tidak, maka segala sesuatu yang ada akan kita anggap wajar
saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Kita semakin peka terhadap sesuatu
tentu saja melalui latihan yang lebih. Rasa indah, seimbang, tidak cocok, tidak
asyik, tidak mesra adalah bagian dari emosi. Oleh karena itu, perasaan perlu
ditingkatkan untuk mencapai kepuasan batin.
Drama
menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara
atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa.
Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang
kita hadapi.
c.
Pengembangan ujar
Naskah
drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan. Cakapan secara
tepat, intonasi, maka ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh lawan
bicara. Kejelasan tersebut dapat membantu pendengar untuk mencerna makna yang
ada. Harus ada kata yang ditekankan supaya memudahkan pemaknaan. Dimana kita
memberi koma (,) dan titik (.). hampir keseluruhan konjungsi harus diperhatikan
selam kita berlatih membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak jelas dapat
berpengaruh pada pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau penonton.
Di sini perlu adanya kekuatan vokal dan warna vokal yang berbeda dalam
setiap situasi. Tidak semua situasi memerlukan vokal yang sama. Tidak semua
kalimat harus ditekan melainkan pasti ada yang dipentingkan. Drama memberi
semua kemungkinan ini. Sebagai salah satu karya sastra yang harus dipentaskan dan
berisi lakuan serta ucapan.
d.
Apresiasi dramatik.
Apresiasi dramatik dikatakan
sebagai pemahaman drama. Realisasi pemahaman ini adalah dengan pernyataan baik
dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan tersebut jika kita tidak pernah
mengenal drama. Semakin sering kita menonton pementasan drama semakin luas pula
pemahaman kita terhadap drama atau teater. Karena itulah, kita dituntut untuk
lebih meningkatkan kecintaan kita terhadap drama. Hal ini dilakukan dengan
tujuan memperoleh wawasan dramatik yang lebih baik.
e.
Pembentukan Postur Tubuh
Postur
berkaitan erat dengan latihan bermain drama, latihan ini dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu dasar dan lanjut. Yang termasuk latihan dasar ini adalah
latihan vokal dan latihan olah tubuh. Yang terkait dengan postur adalah olah
tubuh. Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain drama, sebab bermain drama
memerlukan gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat membentuk postur
tubuh kita sedemikian rupa.
f.
Berkelompok (Bersosialisasi)
Bermain
drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian, kecuali monoplay. Bermain drama,
secara umum, dilakukan secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya mengatur
kelompok sudah kita pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara
berkelompok adalah bergantung pada diri kita sendiri. Masing-masing orang dalam
kelompok drama memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Tak ada yang lebih
dan tak ada yang kurang, semuanya sama rendah dan sama tinggi, sama-sama
penting. Untuk itu, drama selalu menekankan pada sikap pemahaman kepada orang
lain dan lingkungannya. Kelompok drama harus merupakan satu
kesatuan yang utuh. Semua unsur dalam drama tidak ada yang tidak penting,
melainkan semuanya penting. Rasa kebersamaan, memiliki, dan menjaga
keharmonisan kelompok merupakan tanggung jawab dan tugas semua anggota kelompok
itu. Bukan hanya tugas dan tanggung jawab ketua kelompok. Baik buruknya
pementasan drama tidak akan dinilai dari salah seorang anggota kelompok tetapi
semua orang yang terlibat dalam pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya
kekompakan, kebersamaan, dan kesatuan serta keutuhan.
g.
Menyalurkan hobi
Bermain
drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi. Hobi yang berkaitan dengan
sastra secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur
sastra. Drama sebagai seni campuran (sastra, tari, arsitektur).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
-
Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita
lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog
itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action.
-
Sebuah buku yang berjudul A History of the theatre
menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam
festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal
4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal.
-
Unsur – unsur Drama
-
Tema
-
Alur
-
Tokoh
-
Latar
-
Amanat
-
Bahasa
-
Dialog
-
Karakter
-
Interpretasi
-
Manfaat drama/teater :
ü Menyalurkan hobi
ü Berkelompok (Bersosialisasi)
ü Pembentukan Postur Tubuh
ü Apresiasi dramatik.
ü Pengembangan ujar
ü Mempertajam kepekaan emosi
ü Meningkatkan pemahaman
3.2 Saran
-
Hendaknya lebih banyak lagi
pihak-pihak yang dapat menambah drama sebagai salah satu wacana dalam bidang
seni, agar mahasiswa mendapat bimbingan dan lebih dapat mengekspresikan
bakatnya.
-
Hendaknya pihak yang
berwenang dapat mengadakan pagelaran /
pertunjukan drama, agar mahasiswa lebih matang dalam mengembangkan bakat
seni dramanya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1995. Stilistika. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Anirun, Suyatna. 1979. Tehnik Pemeranan. Diktat.
Bandung: Studiklub Teater Bandung.
Atmojo, Kemala. 1992. "Saya selalu
Takut". Wawancara dengan Arifin C. Noer. Matra. No. 71.
Bachmid, Talha. 1990. Semangat Derison dalam
Drama Kapai Kontemporer: Telaah Bandingan
Dua Lakon Kapai Kapai Karya Arifin C. Noer dan Badak Badak Karya Eugene lonesco. Disertasi pada
Program Pascasarjana FSUI. Harymawan, RMA.1988. Dramaturgi. Bandung: Rosda.
Jassin, H.B. 1991. Tifa Penyair dan Daerahnya.
Jakarta: Gunung Agung.
Moody, H.L.B. 1971. The Teaching of Literature. London:
Longman Group LTD.
Padmodarmaya, Pramana. 1990. Pendidikan Seni
Teater Buku Guru Sekolah Dasar . Jakarta:
Depdikbud.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra.
Yogyakarta: Kanisius.
Rendra. 1982. Tentang Bermain Drama. Jakarta
Pustaka Jaya.
Rusyana, Yus. 1982. Metode
Pengajaran Sastra. Bandung : Gunung Larang.
_________. 1996. Peristiwa Teater. Bandung:
Institut Teknologi Bandung
_________. Tanpa Tahun. “Analisis Naskah
Drama.” Kertas Kerja. Satoto, Sudiro. 1990. “Drama-Drama Arifin C. Noer: Proses Penciptaan
Penyajian, dan Teknik Pemahamannya.”
Makalah pada Pertemuan Ilmiah Nasional III HISKI di Malang 26- 28 November 1990. S. Effendi. 2002. Bimbingan
Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Stanislavski. 1980. Persiapan
Seorang Aktor. Terjemahan Asrul Sani. Jakarta: Pustaka
Soelarto, B. 1985. Lima
Drama. Jakarta: Gunung Agung. Stanislavski. 1980. Persiapan Seorang Aktor. Terjemahan Asrul Sani.
Jakarta: Pustaka Jaya .
Sudjiman, Panuti. (Peny).
1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.
Sumiyadi. 1992. “Drama
sebagai Seni Sastra dan Pertunjukan” dalam Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni No. XVIII.
Sylado, Remy. 1996. “Menulis
Naskah Drama dan Permasalahan Sekitarnya”. Pikiran Rakyat, 10 September.
Taylor, Loren E. 1988. Drama
dan Teater Remaja. Terjemahan A.J. Sutrisman.Yogyakarta : Hanindita.
Zaidan, Abdul Razak. 2000.
Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka
.
Internet:
http://www.xpresisastra.blogspot.com
(diakses 14 Desember 2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar